Primitive Runaway adalah sebuah program yang lahir sebagai bagian dari inovasi program tayangan televisi. Keunikan dan konsep yang belum pernah ada sebelumnya menjadikan tayangan ini cukup digemari. Program baru Trans TV yang diputar seminggu sekali ini menayangkan kisah perjalanan dan aktivitas pasangan selebritas yang menetap di salah satu suku. Sekilas, penayangan program Primitive Runaway terkesan menghibur dan mengandung makna pendidikan dan promosi kekayaan berbagai suku bangsa di Indonesia. Program ini diminati oleh khalayak karena dianggap memiliki muatan edukasi untuk berkenalan dengan berbagai suku di Indonesia. Melalui program baru ini, para penonton diajak untuk belajar adat istiadat, budaya maupun kebiasaan sebuah suku.
Namun, seiring dengan popularitas dan gambaran kasat mata yang tercermin dari Primitive Runaway, program yang diproduksi dan ditayangkan Trans Tv ini sebenarnya telah menyimpang dan jauh dari kata mendidik. Bahkan, program ini cenderung menghina suku tertentu. Dari judul acaranya saja yang menggunakan istilah primitif, sudah mengarah pada adanya diskriminasi dan penghinaan. Primitif adalah istilah yang sangat kasar karena mengarah pada seseorang atau kelompok tertentu yang tidak beradab, biadab, ganas, terbelakang, kejam, dan bahkan “belum manusia” . Tujuan dari penggunaan istilah ini jelas untuk merendahkan.
Dalam tiap episodenya, program ini menayangkan kepada penonton, artis selebritis yang menunjukan ekspresi jijik, mimik tidak suka, senyum sinis, lucu, muak dan mual terhadap kebiasaan hidup, makan dan makanan, tradisi dan adat istiadat suku tertentu dalam masyarakat adat di Indonesia. Primitive Runaway mengarah pada diskriminasi negatif terhadap suku tertentu dengan tindakan menayangkan perbedaan hakiki sebagai primitif. Penayangan program yang didukung oleh visualisasi yang penuh rekayasa tersebut paling tidak akan menciptakan rekaman memori bahwa 'suku' yang dipertontonkan sebagai terbelakang.
Lewat sudut pandang yang diambil dalam tiap episodenya, Primitive Runaway menyuguhkan kesesatan dan kebohongan. Beberapa penduduk suku tertentu ditampilkan bodoh, terbelakang, dan jauh dari santun. Ada adegan di mana bintang tamu dipaksa mengenakan pakaian adat, bahkan seorang perempuan tua bertelanjang dada “beraksi” dengan berusaha melepaskan paksa busana “kota” bintang tamu.
Namun, benarkah semua yang terlihat dalam layar kaca tersebut? Benarkah bahwa masyarakat adat adalah bodoh, terbelakang, dan tidak santun. Bahwa masyarakat adat selalu memaksa tamu dari luar untuk turut menjalankan tradisi mereka. Tentu saja, sebagian besar adalah rekayasa yang selama ini memang menjadi mainan para pekerja industri televisi. Melalui Primitive runaway, pekerja industri televisi justru memprimitifkan suku tertentu, seolah menunjukan bahwa penduduk suku tertentu “belum manusia”.
Dalam siaran Primitive runaway Trans TV, Jumat (10/12) lalu, para kru acara ini bahkan melanggar aturan adat istiadat komunitas adat. Episode tersebut merekam kehidupan orang rimba, juga perempuan dan anak-anak di sana. Padahal, tidak semua kelompok orang Rimba, memperbolehkan perempuan dan anak-anak diambil gambarnya. Ada keyakinan tertentu yang melarang kamera, baik foto maupun video, mengambil gambar perempuan dan anak-anak. Namun, semua itu diabaikan oleh kru acara ini demi mengejar rating yang tinggi. Dalam episode yang sama, divisualisasikan pula adegan orang Rimba yang mengejar dan hendak menombak bintang tamu. Padahal, orang Rimba tidak mengenal budaya kekerasan seperti itu.
Inovasi kreasi media untuk tujuan hiburan semata-mata dengan segala maksud dan motif popularitas selebritis dan bisnis dibaliknya memang seolah sudah menjadi hal yang biasa ditengah-tengah kebebasan media sekarang ini. Namun, kebebasan yang diperoleh sudah sepatutnya diikuti oleh hati nurani. Kebebasan yang diperoleh seharusnya diikuti dengan tanggung jawab untuk mendidik khalayak bukan justru untuk mereproduksi dan menyebarkan kesesatan berpikir.
Rahmatul Furqan (D2C008059)
Namun, seiring dengan popularitas dan gambaran kasat mata yang tercermin dari Primitive Runaway, program yang diproduksi dan ditayangkan Trans Tv ini sebenarnya telah menyimpang dan jauh dari kata mendidik. Bahkan, program ini cenderung menghina suku tertentu. Dari judul acaranya saja yang menggunakan istilah primitif, sudah mengarah pada adanya diskriminasi dan penghinaan. Primitif adalah istilah yang sangat kasar karena mengarah pada seseorang atau kelompok tertentu yang tidak beradab, biadab, ganas, terbelakang, kejam, dan bahkan “belum manusia” . Tujuan dari penggunaan istilah ini jelas untuk merendahkan.
Dalam tiap episodenya, program ini menayangkan kepada penonton, artis selebritis yang menunjukan ekspresi jijik, mimik tidak suka, senyum sinis, lucu, muak dan mual terhadap kebiasaan hidup, makan dan makanan, tradisi dan adat istiadat suku tertentu dalam masyarakat adat di Indonesia. Primitive Runaway mengarah pada diskriminasi negatif terhadap suku tertentu dengan tindakan menayangkan perbedaan hakiki sebagai primitif. Penayangan program yang didukung oleh visualisasi yang penuh rekayasa tersebut paling tidak akan menciptakan rekaman memori bahwa 'suku' yang dipertontonkan sebagai terbelakang.
Lewat sudut pandang yang diambil dalam tiap episodenya, Primitive Runaway menyuguhkan kesesatan dan kebohongan. Beberapa penduduk suku tertentu ditampilkan bodoh, terbelakang, dan jauh dari santun. Ada adegan di mana bintang tamu dipaksa mengenakan pakaian adat, bahkan seorang perempuan tua bertelanjang dada “beraksi” dengan berusaha melepaskan paksa busana “kota” bintang tamu.
Namun, benarkah semua yang terlihat dalam layar kaca tersebut? Benarkah bahwa masyarakat adat adalah bodoh, terbelakang, dan tidak santun. Bahwa masyarakat adat selalu memaksa tamu dari luar untuk turut menjalankan tradisi mereka. Tentu saja, sebagian besar adalah rekayasa yang selama ini memang menjadi mainan para pekerja industri televisi. Melalui Primitive runaway, pekerja industri televisi justru memprimitifkan suku tertentu, seolah menunjukan bahwa penduduk suku tertentu “belum manusia”.
Dalam siaran Primitive runaway Trans TV, Jumat (10/12) lalu, para kru acara ini bahkan melanggar aturan adat istiadat komunitas adat. Episode tersebut merekam kehidupan orang rimba, juga perempuan dan anak-anak di sana. Padahal, tidak semua kelompok orang Rimba, memperbolehkan perempuan dan anak-anak diambil gambarnya. Ada keyakinan tertentu yang melarang kamera, baik foto maupun video, mengambil gambar perempuan dan anak-anak. Namun, semua itu diabaikan oleh kru acara ini demi mengejar rating yang tinggi. Dalam episode yang sama, divisualisasikan pula adegan orang Rimba yang mengejar dan hendak menombak bintang tamu. Padahal, orang Rimba tidak mengenal budaya kekerasan seperti itu.
Inovasi kreasi media untuk tujuan hiburan semata-mata dengan segala maksud dan motif popularitas selebritis dan bisnis dibaliknya memang seolah sudah menjadi hal yang biasa ditengah-tengah kebebasan media sekarang ini. Namun, kebebasan yang diperoleh sudah sepatutnya diikuti oleh hati nurani. Kebebasan yang diperoleh seharusnya diikuti dengan tanggung jawab untuk mendidik khalayak bukan justru untuk mereproduksi dan menyebarkan kesesatan berpikir.
Rahmatul Furqan (D2C008059)
kita lihat dari sisi positifnya aja..klo menurutku tayangan ini berusaha menampilkan keanekaragaman suku yang ada di indonesia yang belum tersentuh oleh gemerlapnya kehidupan modern...namun karena penyajian yang terlalu berlebihan jadi terkesan "meminggirkan" atau mengeksploitasi suku tertentu..padahal sebenarnya acara ini menarik dan memberikan informasi bagi khalayak.
BalasHapusIya, masalahnya dari segi judul pun sudah tidak representatif.. Primitiv itu berarti sebuah hinaan.... Di tiap episodenya pun banyak yang direkayasa... Bukannya menampilkan kebiasaan asli para suku, tapi didramatisir sehingga malah mem-primitiv-kan... Misalnya, para anggota suku digambarkan sangat agresive dan tidak menghargai tamu, padahal menurut pengalamaan orang yang pernah berkunjung secara langsung ke sana, sebenarnya tidak begitu... Menurut aku akan lebih baik jika benar2 menampilkan kearifan adat di sana, dengan tetap menghargai hukum adat yang berlaku di tiap suku...
BalasHapus